Dimanakah Allah?
Dimanakah Allah?
oleh : Ust. Abdul Qodir Abu Fa'izah, Lc. –hafizhohulloh-
(Alumni Islamic University of Medinah, KSA)
Kita mendapati di antara kaum muslimin di zaman ini, bermacam-macam keyakinannya atas pertanyaan “Dimanakah Allah?”. Di antaranya ada yang berkeyakinan bahwa Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada di hati, bahwa Allah itu berada dimana-mana, bahwa Yang Mahakuasa itu letaknya lebih erat dari urat leher, bahwa Yang Mahakuasa -Subhanahu wa Ta’ala- bersatu dengan hamba-Nya.
Lebih parah lagi, ada juga yang berkeyakinan bahwa Yang Mahakuasa itu tidak di kanan, tidak di kiri, tidak diatas, tidak di bawah, tidak di depan, dan tidak pula di belakang. Sungguh ini yaitu pernyataan yang sangat aneh. Lantas dimana Allah?!
Padahal kalau kita mau mengikuti fitrah kita yang suci, sebagaimana fitrahnya anak yang masih kecil, pemikiran mereka yang masih polos, mirip putihnya kertas yang belum ternodai dengan tinta. Kita akan dapati tanggapan dari lisan-lisan kecil mereka, jikalau mereka ditanya, “Dimana Allah?” Mereka akan menjawab, “Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berada di atas langit”.
Aqidah (keyakinan) perihal eksistensi Yang Mahakuasa di langit (artinya, di atas Arsy), ini telah dijelaskan dalam Kitabullah, As-Sunnah, ijma’, dan komentar para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam kitab-kitab mereka. Mereka sudah patenkan (tetapkan) bahwa barangsiapa yang menyelisihinya, maka ia yaitu hebat bid’ah, dan menyimpang.
Dalil-dalil duduk perkara ini sangatlah banyak dari Al-Qur’an, dan As-Sunnah. Berikut ini kami akan sebutkan -insya’ Allah- beberapa di antaranya saja, dan sebetulnya tidak terbatas.
Al-Allamah Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin -rahimahullah- berkata dalam Syarh Lum’ah Al-I’tiqod (hal. 61), “Istiwa’ (bersemayam)nya Yang Mahakuasa di atas Arsy termasuk diantara sifat-sifat yang tetap bagi-Nya berdasarkan Al-Kitab, As-Sunnah, dan komitmen Salaf”.
Sebagian dalil-dalil yang diisyaratkan oleh Al-Allamah Syaikh Muhammad bin Sholih -rahimahulloh- akan kami sebutkan sebagian kecil diantaranya, biar kita berada di atas hujjah terang.
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى [طه/5]
“(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy”. (QS. Thoha: 5)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ ...[الأعراف/54]
“Sesungguhnya Tuhan kau ialah Yang Mahakuasa yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy”. (QS. Al A’raf: 54)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ... [يونس/3]
“Sesungguhnya Tuhan kau ialah Yang Mahakuasa Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy untuk mengatur segala urusan”. (QS. Yunus: 3)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
اللَّهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ... [الرعد/2]
“Allah-lah Yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kau lihat, kemudian Dia bersemayam di atas `Arsy”. (QS. Ar Ra’d: 2)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ... [الفرقان/59]
“Yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy”. (QS. Al-Furqon: 59)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ [السجدة/4]
“Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy”. (QS. As-Sajadah: 4)
Allah -Tabaroka wa Ta'ala- berfirman,
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ [الحديد/4]
“Dia (Allah) Yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arsy”. (QS. Al-Hadid : 04)
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ [فاطر/10]
“Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya”. (QS. Fathir: 10)
Al-Hafizh Al-Baihaqy -rahimahullah- berkata dalam Al-I’tiqod (1/114), “Ayat-ayat itu merupakan dalil yang membatalkan pendapat orang Jahmiyyah yang menyatakan bahwa Dzat Yang Mahakuasa -Subhanahu wa Ta’ala- berada dimana-mana”.
Dalil-dalil dalam permasalahan ini banyak sekali, bila kita ingin memeriksa Al-Qur’an, As-Sunnah, dan atsar para salaf. Oleh karena itu, Ibnu Abil Izz Al-Hanafiy -rahimahullah- berkata, “Dalil-dalil yang semisal dengannya, kalau seandainnya dihitung satu-persatu, maka akan mencapai ribuan dalil”. [Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thohawiyyah (hal. 288)]
Adapun dalil-dalil dari hadits, sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-:
لمَاَّ خَلَقَ اَللهُ الْخَلْقَ كَتَبَ فِيْ كِتَابِهِ فَهُوَ عِنْدَهُ فَوْقَ الْعَرْشِ إِنَّ رَحْمَتِيْ غَلَبَتْ غَضَبِيْ
“Ketika Yang Mahakuasa -Subhanahu wa Ta’ala- menciptakan makhluk-Nya, Yang Mahakuasa -Subhanahu wa Ta’ala- menuliskan di dalam kitab-NYa (Lauh Mahfudz) yang ada di sisi-Nya diatas Arsy (singgasana) ‘Sesungguhnya rahmat Yang Mahakuasa mendahului kemurkaan-Nya.” [HR. Al-Bukhary dalam Shohih-nya (3022, 6969, dan 6986), dan Muslim dalam Shohih-nya (2751)]
Dari Abu Sa’id Al-Khudri Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
أَلاَ تَأْمَنُوْنَنِيْ وَأَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِيْ السَّمَاءِ يَأْتِيْنِيْ خَبَرُ السَّمَاءِ صَبَاحًا وَمَسَاءً
“Tidakkah kalian percaya kepadaku? Sementara saya dalam keadaan beriman kepada Yang di langit. Datang kepadaku informasi dari langit di waktu pagi hari dan petang…”. [HR. Al-Bukhary dalam Shohih-nya (4094), Muslim dalam Shohih-nya (1064)]
Al-Qurthuby -rahimahullah- berkata, “Tidak ada seorang salaf pun yang mengingkari bahwa Yang Mahakuasa bersemayam di atas Arsy-Nya secara hakiki. Arsy dikhususkan karena ia merupakan makhluk Yang Mahakuasa yang terbesar. Para salaf tidak (berusaha) mengetahui cara (kaifiyyah) Yang Mahakuasa bersemayam, karena sifat bersemayam itu tidak bisa diketahui hakekatnya. Imam Malik -rahimahullah- berkata, "Sifat bersemayam itu diketahui maknanya secara bahasa, tidak boleh ditanyakan cara Yang Mahakuasa bersemayam, dan pertanyaan perihal cara Yang Mahakuasa bersemayam merupakan bid’ah dan pedoman baru”.[Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (7/219)]
Jadi, madzhab Ahlis Sunnah menyatakan bahwa Yang Mahakuasa bersemayam di atas Arsy, namun ilmu-Nya meliputi segala sesuatu. Adapun aqidah yang menyatakan bahwa Allah berada dimana-mana, bukanlah merupakan aqidah Ahlis Sunnah, akan tetapi merupakan aqidah hebat bid’ah yang batil berdasarkan ayat-ayat yang menyebutkan bahwa Yang Mahakuasa di atas Arsy beserta keterangan Ulama Ahlus Sunnah yang telah kami sebutkan, dan berikut embel-embel keterangan dalam duduk perkara ini:
Al-Hafizh Abu Umar Ibnu Abdil Barr -rahimahullah- berkata, “Di dalamnya terdapat dalil yang menyampaikan bahwa Yang Mahakuasa Azza wa Jalla berada di atas Arsy, di atas langit ketujuh sebagaimana yang ditegaskan oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Itu juga merupakan hujjah mereka terhadap orang-orang Mu’tazilah yang berkata: “[Allah berada di mana-mana, bukan di atas Arsy]”. Dalil yang mendukung kebenaran madzhab Ahlul Haq/Ahlus Sunnah dalam hal ini yaitu firman Yang Mahakuasa Azza wa Jalla (yang artinya): “Ar-Rahman bersemayam di atas Arsy” dan firman-Nya Azza wa Jalla: “Kemudian Dia bersemayam di atas Arsy…”. [Lihat At-Tamhid (7/129)]
Imam Abu Abdillah Al-Qurthuby -rahimahullah- berkata, “Jahmiyyah terbagi menjadi 12 kelompok … (di antaranya) Al-Multaziqoh, mereka menganggap bahwa Allah berada di mana-mana …”. [Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (4/162)]
Ulama Salaf sebelumnya, Shodaqoh -rahimahullah- berkata, “Saya mendengar At-Taimy berkata, “Andaikan saya ditanya : Dimana Yang Mahakuasa Tabaraka wa Ta’ala?, niscaya saya akan jawab: 'Dia di langit.'”. [Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401/671)]
Imam Malik bin Anas -rahimahullah- berkata, “Allah berada di langit, sedang ilmu-Nya berada di mana-mana, tidak ada satu daerah pun yang kosong dari ilmu-Nya”.[ Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401/673)]
Imam Ahmad bin Hambal -rahimahullah- pernah ditanya, “Allah -Azza wa Jalla- berada di atas langit yang ketujuh, di atas Arsy terpisah dari makhluk-Nya. kemampuan dan ilmu-Nya berada di mana-mana?” Beliau Jawab : “Ya, Dia berada di atas Arsy. Sedang tidak ada satu daerah pun yang kosong dari ilmu-Nya”. [Lihat Syarah I’tiqod Ahlis Sunnah (3/401-402/674)]
Imam Ahmad -rahimahullah- juga berkata, “Jika anda ingin mengetahui bahwa seorang Jahmiyyah itu berdusta atas nama Allah, yaitu ketika ia menyangka bahwa Yang Mahakuasa berada dimana-mana”.[Lihat Ar-Rodd ala Az-Zanadiqoh wa Al-Jahmiyyah (1/40)]
Dari semua dalil-dalil, dan pernyataan ulama salaf tersebut menyampaikan bahwa Allah berada di atas Arsy (singgasana-Nya), sedang Arsy Yang Mahakuasa berada di atas langit, bukan dimana-mana. Merupakan kewajiban bagi setiap muslim untuk mengimani dengan keimanan yang kokoh, tanpa ragu terhadap semua dalil-dalil yang mengambarkan hal tersebut, dan menghadapinya sebagaimana ia datang, tanpa takwil, dan tanpa menanyakan cara Yang Mahakuasa bersemayam, atau menyerupakannya dengan makhluk-Nya.
Al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah- berkata, “Adapun firman Yang Mahakuasa Ta’ala,
ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
“Lalu Dia bersemayam di atas Arsy”.
Orang-orang memiliki pendapat yang sangat banyak dalam duduk perkara ini. Tapi sekarang bukan saatnya kita paparkan. Dalam duduk perkara ini kita harus mengikuti madzhab Salafush Sholeh, mirip Imam Malik, Al-Auza’iy, Ats-Tsaury, Al-Laits bin Sa’d, Asy-Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rohuyah, dan lainnya dari kalangan ulama-ulama kaum muslimin, baik dulu maupun sekarang. Madzhab mereka yaitu menjalankan (memberlakukan) dan memahami sifat-sifat tersebut sebagaimana ia datang, tanpa perlu dibicarakan cara (bentuknya), atau diserupakan dengan sifat makhluk dan dihilangkan maknanya. Sedang yang terbayang dalam benak orang-orang Musyabbih (orang yang menyerupakan sifat Yang Mahakuasa dengan sifat makhluk-Nya) tersucikan dari Allah, karena tidak ada seorang makhluk pun yang menyerupai-Nya [‘Tidak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya. Sedang Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat’]. Bahkan inti permasalahannya sebagaimana yang telah ditegaskan oleh para ulama, mirip Nu’aim bin Hammad Al-Khuza’iy. Beliau berkata, "Barangsiapa yang menyerupakan Yang Mahakuasa dengan makhluk-Nya, maka ia telah kafir. Barangsiapa yang menolak sesuatu yang Yang Mahakuasa sifatkan untuk diri-Nya, maka ia telah kafir. Tidak ada penyerupaan pada sesuatu yang Yang Mahakuasa sifatkan untuk diri-Nya. Barangsiapa yang menetapkan (sifat) bagi Yang Mahakuasa sebagaimana yang terdapat dalam ayat-ayat yang gamblang, dan hadits-hadits shohih dengan bentuk yang sesuai dengan kemuliaan Yang Mahakuasa dan menyucikan segala kekurangan dari Allah, maka sungguh ia telah menempuh jalan yang lurus”. [Lihat Tafsir Ibnu Katsir (2/221)]
Ini yaitu aqidahnya para nabi, para sahabat, para tabi’in, dan para pengikut tabi’in sebagai generasi terbaik dari umat ini dalam memahami, dan mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berkaitan dengan duduk perkara ini. Karena merekalah yang menyaksikan turunnya wahyu, dan alasannya yaitu sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam- diucapkan oleh beliau.
Kita memohon kepada Yang Mahakuasa Ta’ala biar diberikan taufiq dan pemahaman yang lurus serta biar kita termasuk dari golongan mereka dan dijauhkan dari pemahaman-pemahaman yang menyimpang. Washolallahu ‘Ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘Ala Ahlihi wa Ashhaabihi Ajmain.
Komentar
Posting Komentar